AKUNTANSI
UNTUK TRANSAKSI MATA UANG ASING
Transaksi mata uang asing adalah dimana nilai
tukarnya dinyatakan dalam mata uang fungsional dari suatu entitas. Di
Indonesia, akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing diatur dalam Standar
Akuntansi Keuangan tahun 2007 yaitu PSAK No.10 tentang transaksi dalam mata
uang asing dan PSAK No.11 tentang penjabaran laporan keuangan dalam mata uang
asing yang meliputi penentuan kurs.
Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
Beberapa kurs yang digunakan :
1.
Kurs
Spot (spot rate)
Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi.
2.
Kurs
Sekarang (current rate)
Kurs dimana 1 unit mata uang dapat dipertukarkan dengan mata uang lain
pada tanggal neraca atau tanggal transaksi.
3.
Kurs
Historis (historical rate)
Kurs yang berlaku pada tanggal tertentu terjadinya transaksi.
4.
Forward
Rate
Kurs tertentu yang disepakati dan digunakan dalam transaksi kontrak
berjangka.
Ketentuan
PSAK No.10 tentang Transaksi Mata Uang Asing
Transaksi dalam mata uang asing adalah transaksi yang
didenominasi atau membutuhkan penyelesaian dalam suatu mata uang asing,
termasuk transaksi yang timbul ketika suatu perusahaan:
a)
Membeli
atau menjual barang atau jasa yang harganya didenominasi dalam suatu mata uang
asing;
b)
Meminjam
(utang) atau meminjamkan (piutang) dana yang didenominasi dalam suatu mata uang
asing;
c)
Menjadi
pihak untuk suatu perjanjian dalam valuta asing yang belum terlaksana; atau
d)
Memperoleh
atau melepaskan asset, dan menimbulkan atau melunasi kewajiban yang
didenominasi dalam suatu mata uang asing.
Perlakuan
akuntansi untuk transaksi dalam mata uang asing selain kontrak berjangka
adalah:
1.
Pengakuan
awal
Transaksi dalam mata uang asing dibukukan
dengan menggunakan kurs pada saat terjadinya transaksi. Kurs
tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot
rate). Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal
transaksi sering digunakan, contohnya, suatu kurs rata-rata selama seminggu
atau sebulan mungkin digunakan untuk seluruh transaksi dalam setiap mata uang
asing yang terjadi selama periode itu. Namun, jika kurs berfluktuasi secara
signifikan, penggunakan kurs rata-rata
untuk
satu periode tidak dapat diandalkan.
2. Pelaporan
pada Tanggal Neraca Berikutnya
Pada
setiap tanggal neraca:
a)
Pos aktiva dan kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata
uang rupiah dengan menggunakan kurs tanggal neraca. Apabila terdapat kesulitan
dalam menentukan kurs tanggal neraca, maka dapat digunakan kurs tengah Bank Indonesia sebagai indikator yang obyektif;
b)
Pos non-moneter tidak boleh dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal neraca tetapi
tetap harus dilaporkan dengan menggunakan kurs tanggal transaksi; dan
c)
Pos non-moneter yang dinilai dengan nilai wajar dalam mata uang asing harus
dilaporkan dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat nilai tersebut
ditentukan.
Nilai terbawa dari
suatu pos ditentukan sesuai dengan standar akuntansi yang relevan. Misalnya,
instrumen keuangan dan properti tertentu (investasi yang dilakukan Dana
Pensiun), mungkin dinilai pada nilai wajar atau pada biaya historis. Apakah
nilai tercatat ditentukan berdasarkan biaya historis atau nilai wajar, nilai
yang ditentukan untuk pos valuta asing dilaporkan pada mata uang pelaporan
sesuai dengan Pernyataan ini.
3.
Pengakuan
Selisih Kurs
Selisih
kurs timbul apabila terdapat perubahan kurs antara tanggal transaksi dan
tanggal penyelesaian (settlement date) pos moneter yang timbul dari
transaksi dalam mata uang asing. Bila timbulnya dan penyelesaian suatu
transaksi berada dalam suatu periode akuntansi yang sama, maka seluruh selisih
kurs diakui dalam periode tersebut. Namun jika timbulnya dan diselesaikannya
suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi, maka selisih kurs
harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan
kurs untuk masing-masing periode.
Transaksi Valuta
Berjangka
a) Salah
satu transaksi valuta berjangka SWAP adalah transaksi pertukaran dua
valuta asing melalui
pembelian tunai dengan penjualan kembali secara berjangka atau
penjualan tunai dengan
pembelian kembali secara berjangka. Pada hakikatnya transaksi
tersebut dilakukan
untuk lebih mendapatkan kepastian tentang kurs penjabaran yang
bersif at tetap selama
dalam kontrak sehingga pembuat transaksi terhindar dari kerugian
akibat perubahan kurs.
Dalam transaksi SWAP pembuat transaksi umumnya
memperhitungkan
premi yang ditetapkan terlebih dahulu.
b) Perlakuan
akuntansi transaksi valuta berjangka yang dilakukan untuk tujuan
hedging hutang
adalah sebagai berikut:
(i) Selisih kurs tunai (spot
rate) dan kurs masa depan (forward rate) dicatat sebagai diskonto
atau premi yang harus diamortisasi sesuai dengan jangka waktu kontrak valuta
berjangka.
(ii) Setiap akhir
periode harus dihitung selisih kurs untuk hutang dalam mata uang asing (yang
diproteksi melalui hedging), forward receivable dan forward payable dalam
mata uang asing. Selisih kurs yang timbul sebagai akibat perbedaan antara kurs
tanggal neraca dengan kurs tunai pada saat terjadinya transaksi diakui sebagai
keuntungan atau kerugian kurs periode berjalan.
Dalam neraca, forward
receivable atau forward payable, dan diskonto atau premi yang
belum diamortisasi yang
timbul dari kontrak valuta berjangka yang berhubungan harus
dijadikan satu di
bagian aktiva atau kewajiban, tergantung pada posisi neto dari
seluruh
pos tersebut.
Investasi Neto dalam
suatu Entitas Asing
Selisih kurs
yang timbul pada suatu pos moneter yang dalam substansinya membentuk bagian
investasi neto perusahaan dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan
sebagai ekuitas dalam laporan keuangan perusahaan hingga saat pelepasan (disposal)
investasi neto dan pads saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau
beban (lihat Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang Penjabaran
Laporan Keuangan dalam Mata UangAsing).
Suatu perusahaan mungkin memiliki suatu pos moneter
berupa hutang piutang dengan suatu entitas asing. Apabila timbulnya dan
penyelesaian pos moneter tersebut tidak terencana, dalam substansinya merupakan
suatu perluasan, atau pengurangan dari, investasi neto perusahaan dalam entitas
asing tersebut. Pos moneter itu mungkin mencakup piutang jangka panjang atau
pinjaman tetapi tidak mencakup piutang dagang atau hutang dagang.
Selisih kurs yang timbul dari kewajiban valuta asing
yang diperhitungkan sebagai suatu hedging dari investasi neto perusahaan
dalam suatu entitas asing harus diklasifikasikan sebagai ekuitas dalam laporan
keuangan perusahaan hingga pelepasan (disposal) investasi neto, dan pads
saat tersebut harus diakui sebagai pendapatan atau sebagai beban (lihat
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 11 tentang Penjabaran Laporan
Keuangan dalam Mata UangAsing).
Perlakuan
Alternatif yang Diizinkan
Selisih kurs dapat disebabkan karena suatu devaluasi
atau depresiasi luar biasa suatu mata uang dalam keadaan tidak tersedia
fasilitas hedging dan menimbulkan kewajiban yang tak terselesaikan
akibat perolehan aktiva yang baru saja dilakukan dan harus dilunasi dalam mata
uang asing. Selisih kurs tersebut dapat dimasukkan sebagai nilai tercatat (carrying
amount) aktiva tersebut sepanjang nilai tercatat aktiva yang TRANSAKSI
DALAM MATA UANG ASING PSAK No. 10 telah disesuaikan tidak melebihi jumlah terendah
antara biaya pengganti (replacement cost) dan jumlah yang dapat
diperoleh kembali (amount recoverable) dari penjualan atau penggunaan
aktiva tersebut. Alternatif yang dipilih harus diungkapkan secukupnya.
Selisih kurs tidak termasuk dalam nilai tercatat
suatu aktiva jika tersedia fasilitas hedging hutang valuta asing yang
timbul dari perolehan aktiva. Tetapi, kerugian akibat perubahan kurs adalah
bagian yang secara langsung dapat diatribusikan pada biaya perolehan aktiva
jika kewajiban tidak dapat diselesaikan dan tidak terdapat alat praktis untuk hedging,
contohnya, jika sebagai hasil dari pengendalian valuta asing, terdapat
penundaan dalam memperoleh mata uang asing. Maka dalam keadaan demikian biaya
perolehan aktiva termasuk selisih kurs.
Sumber :
http://www.keuanganlsm.com/download/177/psak-10-transaksi-dalam-mata-uang-asing